Netizen NU - Sering kita dengar bahkan mungkin kita mengalaminya sendiri yaitu seorang suami saat bercinta dengan istrinya atau seorang istri saat bercinta dengan suaminya mereka saling membayangkan seakan-akan sedang bercinta dengan orang lain.
Hukum Menfantasikan Orang Lain Saat Berhubungan Intim |
Terkait hal tersebut para ulama memberikan jawaban yang berbeda. Ada yang membolehkan dan ada yang mengharamkan sebagaimana mereka memahami hadits ini. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi SAW bersabda:
إِنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَى ابْنِ آدَمَ حَظَّهُ مِنَ الزِّنَا، أَدْرَكَ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ، فَزِنَا العَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا اللِّسَانِ المَنْطِقُ، والقلب تَمَنَّى وَتَشْتَهِي، وَالفَرْجُ يُصَدِّقُ ذَلِكَ كُلَّهُ وَيُكَذِّبُهُ
“Sesungguhnya Allah menetapkan jatah zina untuk setiap manusia. Dia akan mendapatkannya dan tidak bisa dihindari: Zina mata dengan melihat, zina lisan dengan ucapan, zina hati dengan membayangkan dan gejolak syahwat, sedangkan kemaluan membenarkan semua itu atau mendustakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain, Nabi SAW bersabda:
الْعَيْنُ تَزْنِي، وَالْقَلْبُ يَزْنِي، فَزِنَا الْعَيْنِ النَّظَرُ، وَزِنَا الْقَلْبِ التَّمَنِّي، وَالْفَرْجُ يُصَدِّقُ مَا هُنَالِكَ أَوْ يُكَذِّبُهُ
“Mata itu berzina, hati juga berzina. Zina mata dengan melihat (yg diharamkan), zina hati dengan membayangkan (pemicu syahwat yg terlarang). Sementara kemaluan membenarkan atau mendustakan semua itu.” (HR. Ahmad)
Hadits di atas menjelaskan bahwa semua anggota tubuh manusia, berpotensi melakukan zina. Termasuk hati dan perasaan. Dalam hadits di atas, Nabi menjelaskan bentuk zina hati, yaitu seseorang membayangkan melakukan sesuatu yang haram yang membangkitkan syahwat, baik dengan lawan jenis maupun dengan sejenis. (Baca Duta Islam: Hukum Wanita Hilang Keperawanan)
Karena itu, sebagian ulama melarang dan mengharamkan tindakan ini, termasuk ketika pasangan suami istri sedang bercinta. Suami membayangkan wanita lain, atau istri membayangkan pria lain. Ibnul Hajj Al-Maliki (w. 737 H) mengatakan:
من هذه الخصلة القبيحة التي عمت بها البلوى في الغالب، وهي أن الرجل إذا رأى امرأة أعجبته، وأتى أهله جعل بين عينيه تلك المرأة التي رآها، وهذا نوع من الزنا
”Termasuk perbuatan tercela yg merebak di masyarakat pada umumnya adalah seorang lelaki melihat seorang wanita yg menarik hatinya, kemudian lelaki itu mendatangi istrinya (jima’), dia membayangkan wanita yg tadi dilihatnya berada di hadapannya maka ini termasuk zina. Kemudian Ibnul Hajj menyebutkan beberapa contoh. Selanjutnya beliau menegaskan,
وما ذكر لا يختص بالرجل وحده بل المرأة داخلة فيه بل هي أشد؛ لأن الغالب عليها في هذا الزمان الخروج أو النظر من الطاق فإذا رأت من يعجبها تعلق بخاطرها، فإذا كانت عند الاجتماع بزوجها جعلت تلك الصورة التي رأتها بين عينيها، فيكون كل واحد منهما في معنى الزاني نسأل الله السلامة بمنه
"Keterangan ini tidak hanya untuk kaum lelaki saja akan tetapi juga untuk para wanita bahkan lebih sangar lagi. Karena yang banyak terjadi pada wanita di zaman ini keluar rumah dan memandang sekitarnya. Apabila seorang wanita melihat seorang laki-laki yang menarik perhatiannya, wajahnya bersemayam dalam hatinya. Ketika dia berjima’ dengan suaminya, dia membayangkan lelaki yg dilihatnya di depan matanya. Dan keduanya termasuk berzina.. kita meminta perlindungan kepada Allah… (Kitab Al-Madkhal Ibnul Hajj, 2/195)
Ibnu Muflih al Hambali (w. 763 H) juga memberikan keterangan yang sama,
وقد ذكر ابن عقيل وجزم به في الرعاية الكبرى أظنه أول كتاب النكاح أنه لو استحضر عند جماع زوجته صورة أجنبية محرمة أنه يأثم
“Ibnu ‘Aqil menegaskan dalam bukunya Ar-Riayah Al-Kubro, di bagian awal Bab Nikah, bahwa jika ada seorang suami membayangkan wanita lain yang diharamkan baginya ketika berjima’ dengan istrinya maka dia berdosa.” (Kitab Al-Adab As-Syar’iyah, 1/98).
Ibnu Taimiyah menyebutkan riwayat dari para sahabat,
كما قال الصحابة : يا رسول الله إن أحدنا ليجد في نفسه ما لئن يخر من السماء إلى الأرض أحب إليه من أن يتكلم به فقال « ذلك صريح الإيمان »
Sebagaimana yang diutarakan para sahabat, ‘Wahai Rasulullah, kami terkadang menjumpai lintasan pikiran pada diri kami, andaikan kami dijatuhkan dari langit, lebih kami sukai dari pada mengungkapkan lintasan pikiran itu.’ Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkomentar, “Itu zbukti adanya iman.” (HR. Muslim 132, Abu Daud 5111, dan yg lainnya).
أي حصول هذا الوسواس مع هذه الكراهة العظيمة ، ودفعه عن القلب ، وهو من صريح الإيمان
“Maksudnya, munculnya bisikan semacam ini, padahal para sahabat sangat membencinya, dan berusaha menghilangkannya dari hati mereka, merupakan bukti adanya iman. [Kitab Al-Iman 238, dinukil dari Kitab Tauhid Dr. Sholeh Fauzan, hlm. 25].
An-Nawawi dalam karyanya, Al-Azkar, mengatakan,
الخواطر وحديث النفس إذا لم يستقر ويستمر عليه صاحبه فمعفو عنه باتفاق العلماء، لأنه لا اختيار له في وقوعه ولا طريق له إلى الانفكاك عنه
"Lintasan pikiran dan bisikan hati, jika tidak mengendap dan tidak keterusan berada dalam diri pelakunya, hukumnya dima'afkan, dengan sepakat ulama. Karena munculnya kejadian ini di luar pilihan darinya. Sementara tidak ada celah baginya untuk menghindarinya.
An-Nawawi melanjutkan,
وهذا هو المراد بما ثبتَ في الصحيح عن رسول الله (صلى الله عليه وسلم) أنه قال: ” إنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لأُمَّتِي ما حَدَّثَتْ بِهِ أنْفُسَها ما لَمْ تَتَكَلَّم بِهِ أوْ تَعْمَلْ “. قال العلماء: المراد به الخواطر التي لا تستقرّ.
Inilah makna dari hadits shahih, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ اللَّهَ تَجَاوَزَ لأُمَّتِي ما حَدَّثَتْ بِهِ أنْفُسَها ما لَمْ تَتَكَلَّم بِهِ أوْ تَعْمَلْ "Sesungguhnya Allah mengampuni untuk umatku terhadap apa yang terlintas dalam hatinya, selama tidak diucapkan atau dikerjakan." (HR. Muslim 127).
Dalam Hadits Qudsi dinyatakan bahwa:
وإذا تحدث عبدي بأن يعمل سيئة فأنا أغفرها له ما لم يعملها، فإن عملها فأنا أكتبها له بمثلها، وإن تركها فاكتبوها له حسنة ، إنما تركها من جراي" أي من أجلي
"Apabila hambaku bermonolog (memikirkan) untuk melakukan satu kejahatan , maka Aku (Allah) akan mengampunkannya selama ia tidak melakukannya, dan jika ia melakukannya maka akan dituliskan baginya satu dosa, dan jika ditinggalkannya dituliskannya satu pahala, sesungguhnya ditinggalkannya itu kerana-KU" (HR. Muslim)
An-Nawawi melanjutkan,
قالوا: وسواءٌ كان ذلك الخاطِرُ غِيبة أو كفراً أو غيرَه، فمن خطرَ له الكفرُ مجرّد خَطَرٍ من غير تعمّدٍ لتحصيله، ثم صَرفه في الحال، فليس بكافر، ولا شئ عليه.
"Para ulama mengatakan, baik bisikan itu berupa ghibah, atau kekufuran, atau yang lainnya. Siapa yang terlintas dalam hatinya kekufuran, dan hanya sebatas lintasan tanpa sengaja muncul, kemudian segera dia hilangkan, maka dia tidak kafir, dan tidak bersalah sedikitpun. [Al-Azkar An-Nawawi, hlm. 345].
Dua hadits riwayat Imam Muslim diatas salah satu yang dijadikan landasan ulama membolehkan lintasan hati (membayangkan orang lain saat suami istri bercinta).
Penjelasan pro kontra diatas sesuai dengan apa yang dijelaskan dalam Kitab Tuhfah Al-Muhtaj sbb:
ُ بِمَا فِي الْحَدِيثِ الصَّحِيحِ مِنْ أَمْرِ { مَنْ رَأَى امْرَأَةً فَأَعْجَبَتْهُ أَنَّهُ يَأْتِي امْرَأَتَهُ فَيُوَاقِعُهَا } ا هـ وَفِيهِ نَظَرٌ ؛ لِأَنَّ إدْمَانَ ذَلِكَ التَّخَيُّلِ يُبْقِي لَهُ تَعَلُّقًا مَا بِتِلْكَ الصُّورَةِ فَهُوَ بَاعِثٌ عَلَى التَّعَلُّقِ بِهَا لَا أَنَّهُ قَاطِعٌ لَهُ وَإِنَّمَا الْقَاطِعُ لَهُ تَنَاسِي أَوْصَافِهَا وَخُطُورِهَا بِبَالِهِ وَلَوْ بِالتَّدْرِيجِ حَتَّى يَنْقَطِعَ تَعَلُّقُهُ بِهَا رَأْسًا
وَقَالَ ابْنُ الْحَاجِّ الْمَالِكِيِّ يَحْرُمُ عَلَى مَنْ رَأَى امْرَأَةً أَعْجَبَتْهُ وَأَتَى امْرَأَتَهُ جَعْلُ تِلْكَ الصُّورَةِ بَيْنَ عَيْنَيْهِ وَهَذَا نَوْعٌ مِنْ الزِّنَا كَمَا قَالَ عُلَمَاؤُنَا فِيمَنْ أَخَذَ كُوزًا يَشْرَبُ مِنْهُ فَتَصَوَّرَ بَيْنَ عَيْنَيْهِ أَنَّهُ خَمْرٌ فَشَرِبَهُ أَنَّ ذَلِكَ الْمَاءَ يَصِيرُ حَرَامًا عَلَيْهِ ا هـ وَرَدَّهُ بَعْضُ الْمُتَأَخِّرِينَ بِأَنَّهُ فِي غَايَةِ الْبُعْدِ وَلَا دَلِيلَ عَلَيْهِ وَإِنَّمَا بَنَاهُ عَلَى قَاعِدَةِ مَذْهَبِهِ فِي سَدِّ الذَّرَائِعِ وَأَصْحَابُنَا لَا يَقُولُونَ بِهَا وَوَافَقَهُ الْإِمَامُ أَحْمَدُ الزَّاهِدُ ، وَهُوَ شَافِعِيٌّ غَفْلَةً عَنْ هَذَا الْبِنَاءِ ا هـ
وَقَدْ بَسَطْت الْكَلَامَ عَلَى هَذِهِ الْآرَاءِ الْأَرْبَعَةِ فِي الْفَتَاوَى وَبَيَّنْت أَنَّ قَاعِدَةَ مَذْهَبِهِ لَا تَدُلُّ لِمَا قَالَهُ فِي الْمَرْأَةِ وَفَرَّقَتْ بَيْنَهَا وَبَيْنَ صُورَةِ الْمَاءِ بِفَرْقٍ وَاضِحٍ لَا غُبَارَ عَلَيْهِ فَرَاجِعْ ذَلِكَ كُلَّهُ فَإِنَّهُ مُهِمٌّ فَإِنْ قُلْت يُؤَيِّدُ التَّحْرِيمَ قَوْلُ الْقَاضِي حُسَيْنٍ كَمَا يَحْرُمُ النَّظَرُ لِمَا لَا يَحِلُّ يَحْرُمُ التَّفَكُّرُ فِيمَا لَا يَحِلُّ لِقَوْلِهِ تَعَالَى { وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللَّهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ } فَمَنَعَ مِنْ التَّمَنِّي لِمَا لَا يَحِلُّ كَمَا مَنَعَ مِنْ النَّظَرِ لِمَا لَا يَحِلُّ قُلْت اسْتِدْلَالُ الْقَاضِي بِالْآيَةِ وَقَوْلُهُ عَقِبَهَا فَمَنَعَ مِنْ التَّمَنِّي إلَخْ صَرِيحَانِ فِي أَنَّ كَلَامَهُ لَيْسَ فِيمَا نَحْنُ فِيهِ مِنْ التَّفَكُّرِ وَالتَّخَيُّلِ السَّابِقَيْنِ وَإِنَّمَا هُوَ فِي حُرْمَةِ تَمَنِّي حُصُولِ مَا لَا يَحِلُّ لَهُ بِأَنْ يَتَمَنَّى الزِّنَا بِفُلَانَةَ ، أَوْ أَنْ تَحْصُلَ لَهُ نِعْمَةُ فُلَانٍ بَعْدَ سَلْبِهَا عَنْهُ وَمِنْ ثَمَّ ذَكَرَ الزَّرْكَشِيُّ كَلَامَهُ فِي قَاعِدَةِ حُرْمَةِ تَمَنِّي الرَّجُلِ حَالَ أَخِيهِ مِنْ دِينٍ ، أَوْ دُنْيَا قَالَ وَالنَّهْيُ فِي الْآيَةِ لِلتَّحْرِيمِ وَغَلَّطُوا مَنْ جَعَلَهُ لِلتَّنْزِيهِ نَعَمْ إنْ ضَمَّ فِي مَسْأَلَتِنَا إلَى التَّخَيُّلِ وَالتَّفَكُّرِ تَمَنِّيَ وَطْئِهَا زِنًا فَلَا شَكَّ فِي الْحُرْمَةِ ؛ لِأَنَّهُ حِينَئِذٍ مُصَمِّمٌ عَلَى فِعْلِ الزِّنَا رَاضٍ بِهِ وَكِلَاهُمَا حَرَامٌ وَلَمْ يَتَأَمَّلْ كَلَامَ الْقَاضِي هَذَا مَنْ اسْتَدَلَّ بِهِ لِلْحُرْمَةِ وَلَا مَنْ أَجَابَ عَنْهُ بِأَنَّهُ لَا يَلْزَمُ مِنْ تَحْرِيمِ التَّفَكُّرِ تَحْرِيمُ التَّخَيُّلِ إذْ التَّفَكُّرُ إعْمَالُ النَّظَرِ فِي الشَّيْءِ كَمَا فِي الْقَامُوسِ ا هـ (Kitab Tuhfah Al-Muhtaj 29/272 - 275)
Wallohu a'lam bis-Showab [Netizen NU/ab]
Ditulis oleh Ibnu Mas'ud At-Tamanmini
Dari : http://www.dutaislam.com/2016/04/hukum-menfantasikan-orang-lain-saat-berhubungan-intim.html