Netizen NU - Ketika mengucap takbir dalam shalat, kita menyatakan Allah Maha Besar. Ini artinya kita amat kecil dan seharusnya kita malu. Sebagai makhluk kecil-lemah, tapi sering berbuat sombong. Ketika berbuat dosa saja, Nabi Adam bertawasul kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang padahal jasad Nabi saat itu blm wujud di dunia.
Habib Luthfi: Walaupun Telah Wafat Para Wali Masih Bisa Menyatukan Umat |
Berkat tawassul tersebut Allah SWT berkenan mengampuni Nabi Adam AS sebab keyakinan beliau menyatakan, tidak mungkin ada nama yang disandarkan kepada kalimat Tauhid Allah kecuali makhluk yang amat dikasihi-Nya. Tanpa "Muhammadur Rosululloh", maka keimanan kita dengan hanya membaca kalimat "Laa ilaaha Ilallah", tidak bisa diterima.
Maka maulid inilah cara kita mencintai Rasulullah SAW. Makin sering kita ikuti/adakan Maulid, makin sering pula Nama Nabi kita sebut, dan makin sering Beliau kita sebut maka Beliau akan makin sering perhatian kepada kita.
Dalam shalat contohnya. Ketika kita mengucap "Assalaamu 'alaika ayyuhan Nabiyyu...." seolah-olah kita sedang di hadapan Nabi dan beliau sedang memperhatikan kita. Maka harusnya malu jika dalam shalat, kita tdk sungguh-sungguh. Harusnya malu jika setelah shalat kita masih bermaksiat.
Contoh realitas kecil saat 17/08/1945 Proklamasi kemerdekaan RI ini, bertepatan dengan 23 Romadlon di Malam Lailatur Qodar. Itu karomahnya Indonesia, sehingga Allah menjatuhkan bom di Hirosima dan Nagasaki.
Harusnya kita bangga sebagai warga NKRI. Lihatlah anak kita saat ini yang saat menyanyikan lagu Indonesia Raya saja tidak sungguh-sungguh. Dulu waktu kecil kita hapal nama desa, nama kecamatan, nama kabupaten, nama para pahlawan, sekarang? Dengan daerah sekitarnya saja sudah tidak tahu, apalagi dengan nama-nama pulau yang tersebar di seluruh pelosok tanah air kita.
Orang luar sana terhadap kiai/ ulama'/ guru, hormatnya luar biasa. Maka inilah celah orang yang ingin mengobok-obok NKRI. Cukup dengan menjauhkan generasi dari ta'dhim ekpada ulamanya.
Walau hanya sebatas merah dan putih, tapi dalam bendera di situ ada harga diri dan kehormatan bangsa kita.
Lagu Indonesia Raya itu bukan sembarang lagu, bukan sekedar seremonial. Saat kita ucapkan "Indonesia Tanah Airku", inilah tuntutan kepada kita yang harus tetap mempertahankanya kapanpun dan dimanapun juga. Kita merdeka sudah sejak dahulu, tapi sejauh mana kita telah ikut mengisi kemerdekaan? Tidakkah kita malu kepada mereka yang telah berkorban untuk kemerdekaan NKRI ini?
Mungkin mereka para pahlawan sedang menangis menyaksikan kita yang saat ini sering ribut hanya karena beda baju, beda suku, beda agama. Tiap waktu ribut soal politik hingga kita lupa untuk mengembangkan potensi negara.
Lihatlah saat berziarah ke makam para waliyullah, banyak yang berdzikir dengan gaya tahlil yang berbeda-beda, intonasi suara yang beda, tapi tidak ada yang ribut saling menyalahkan satu sama lain. Ini artinya para wali, walaupun telah wafat, mereka masih bisa menyatukan umat. Kita yang masih hidup ini kalah sama mereka yang telah meninggal.
"Jika kalian memang cinta pada Allah, maka ikuti Nabi-Nya", selalu dekat dengan Nabi dan jangan kau jauhi Nabimu.
Sebab memang untuk merongrong umat Islam, mereka yang ingin mengacak-acak kita, akan berusaha menjauhkan kita dari Nabi, ingin membenturkan antar umat beragama. Dan jangan sekali-kali memberi kesempatan kepada orang seperti itu untuk memecah belah kita. "Shollu 'alan Nabi Muhammad". [Netizen NU]
Keterangan: Ulasan di atas adalah kesimpulan pengajian umum dalam rangka peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Polda Jateng, disiarkan langsung dari srasiun TVRI Jawa Tengah pada malam Sabtu, 03/02/2017.
Dari : http://www.dutaislam.com/2017/02/habib-luthfi-para-wali-walaupun-telah-wafat-masih-bisa-menyatukan-umat.html